




Bab 2
Sofi tidak memiliki sedikit pun kecurigaan atau kewaspadaan terhadap Pak Li. Dia sama sekali tidak menyangka bahwa tadi Pak Li memandanginya dengan nafsu, baginya Pak Li hanyalah teman lama ibunya, seorang yang dituakan, yang melihatnya tumbuh besar sejak kecil. Bagaimana mungkin Pak Li memiliki pikiran buruk tentangnya?
Tangan Pak Li sempat bertengger di bahu Sofi, kemudian pura-pura tidak sengaja menepuk punggungnya. Tubuh gadis remaja itu memang berkembang dengan baik, ramping dan proporsional. Meskipun terhalang kemeja, Pak Li bisa merasakan kulit halus dan lembutnya. Sensasi ini membuat Pak Li ingin mati di atas tubuhnya.
Setelah satu jam memberikan bimbingan, Pak Li menarik napas lega, lalu menyuruh Sofi untuk berdiri dan melakukan senam peregangan.
"Oke, Pak."
Sofi berdiri dan mulai bergerak. Tidak lama kemudian, dia membungkuk, menekan kedua tangannya ke bawah dengan kuat. Kerah bajunya yang longgar terkulai, memperlihatkan bra hijau berenda yang menutupi dadanya. Bra itu berusaha keras menahan dua gundukan kecil yang lembut, menciptakan celah tipis di antaranya. Jika dilihat dari sudut yang tepat, bisa terlihat perutnya yang rata dan halus, serta tepi celana dalam berenda hijau yang serasi.
Pak Li terpana melihatnya. Sofi tidak menyadari bahwa dirinya terbuka. Dia berdiri, mengusap keringat di dahinya, dan terus melakukan lima atau enam gerakan lagi. Kerah bajunya terus bergerak menggoda, membuat mata Pak Li terbelalak.
Ya Tuhan! Tubuh gadis SMA berusia delapan belas tahun itu sungguh indah dan penuh semangat muda. Masa pubertasnya pasti membuatnya sedikit nyeri, ya?
Jantung Pak Li berdegup kencang, dia menelan ludah berkali-kali, hanya ingin meremas dua gundukan kecil itu di tangannya...
Saat itu, Sofi berdiri tegak dan tiba-tiba menyadari bahwa kerah bajunya sangat terbuka. Dia bisa melihat bagian dalamnya, apalagi Pak Li yang berdiri di sampingnya?
Dia panik, memandang Pak Li, tapi melihat Pak Li berdiri dengan wajah serius, tidak memperhatikannya. Sofi pun lega.
Wajahnya merah panas, dia segera menutup kerah bajunya, lalu dalam hati bersyukur tidak ada yang terlihat. Kalau sampai Pak Li melihatnya, pasti memalukan.
"Pak Li, saya hebat kan? Saya bisa membungkuk sampai tangan saya menyentuh lantai."
Sofi yang polos segera merasa lega, sambil tersenyum pada Pak Li.
"Sofi, tubuhmu sangat lentur, kaki panjang, pinggul bagus, perkembanganmu baik, dan kamu cantik. Kamu bisa latihan menari nanti."
Pak Li tersenyum ramah, tapi matanya terus mengawasi tubuhnya.
Pak Li sudah tidak bisa menahan diri lagi, celananya terasa penuh dan sesak...
Melihat situasi semakin sulit disembunyikan, dia segera berbalik untuk menyiapkan makan malam.
Makan malam sangat mewah, meja penuh dengan hidangan.
"Kamu masih dalam masa pertumbuhan, makan yang banyak, Sofi, kamu masih cukup kurus."
"Baik, terima kasih, Pak Li."
"Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat. Dulu sering aku gendong kamu, mencubit pipi dan pantat kecilmu. Sekarang kamu sudah besar, tidak bisa lagi sembarangan memegang dan mencubitmu seperti dulu."