




Bab 2
Tak disangka, murid perempuan ini begitu genit, di usia delapan belas tahun sudah tahu mainan seperti itu.
"Kenapa kamu masih mainan begituan? Ini tidak baik untuk kesehatan kamu, loh. Biar aku bantu kamu ke dokter sekolah, atau aku panggil guru perempuan lain," kata Pak Yanto sambil menelan ludah.
Sebagai guru, dia harus menunjukkan sikap yang benar.
"Pak Yanto, tolong bantu saya, ya. Saya takut kalau jalan, benda itu malah masuk lebih dalam. Saya tidak mau orang lain tahu soal ini," kata Sinta dengan wajah merah padam.
Dokter sekolah adalah pria berusia lima puluhan, Sinta tidak mau tangannya masuk ke dalam tubuhnya.
Sinta juga tidak ingin guru lain tahu, terlalu memalukan.
Pak Yanto tinggi dan gagah, juga tampan. Banyak siswi di sekolah yang diam-diam ingin berpacaran dengan Pak Yanto.
Dia juga tipe yang disukai Sinta, bahkan Sinta sering membayangkan Pak Yanto sebagai pacarnya.
Membiarkan dia yang membantu sepertinya pilihan yang baik.
Melihat tatapan penuh harap Sinta, Pak Yanto tidak punya pilihan lain. Dia pergi ke ruang medis mengambil sepasang sarung tangan sekali pakai yang sudah disterilkan, lalu kembali ke kelas dan menutup pintu.
"Kamu lepas celana dalamnya, ya," kata Pak Yanto sambil menahan kegembiraan di hatinya, berusaha tetap tenang.
Sinta sangat malu, ini pertama kalinya dia melepas celana dalam di depan lawan jenis.
Dia perlahan mengangkat roknya, kemudian dengan lembut melepas celana dalamnya.
Jantung Pak Yanto berdebar kencang, tak menyangka Sinta, seorang siswi SMA, memakai celana dalam yang begitu seksi, dari bahan jaring transparan berwarna putih.
Sedikit terlihat semak-semak hitam di dalamnya, hanya bagian selangkangan yang tertutup sedikit kain.
Celana dalam yang ketat itu menempel erat pada tubuhnya, memperlihatkan lekukannya yang montok dan lembut, sangat menggoda.
Terutama saat dia benar-benar melepasnya, pemandangan di sana begitu memikat.
Semak-semak hitam itu terpotong rapi, menyembunyikan celah yang menghubungkan hingga ke bagian terdalam di antara kakinya.
Tempat itu masih ada sedikit cairan bening yang lengket, tertarik panjang dengan celana dalamnya.
Pak Yanto merasa tangannya bergetar, dia sangat ingin langsung melompat dan menindih Sinta, memperlakukannya dengan kasar.
Setelah celana dalamnya benar-benar terlepas, Sinta sangat malu hingga tidak berani menatap Pak Yanto.
"Sinta, kamu duduk di meja, ya. Buka kaki lebar-lebar," Pak Yanto menahan hasratnya, suaranya bergetar.
Sinta dengan wajah merah padam duduk di meja, membuka kakinya.
Pak Yanto berjongkok, melihat celah yang sempit itu, tempat yang belum pernah disentuh pria, kulit di sekitarnya sangat putih dan lembut.
Di tengah ada sedikit warna merah muda, seperti bunga teratai yang baru mekar, sangat seksi.
Di ujung celah itu ada titik kecil yang tampak menggoda, membuat Pak Yanto ingin sekali bermain-main dengannya.
"Sinta, aku mulai, ya!" Dia menelan ludah.
"Ya," Sinta mengangguk dengan mata setengah terpejam, wajahnya merah merona.
Pak Yanto dengan lembut membuka kelopak itu, baru saja menyentuh, Sinta sudah mengeluarkan suara kecil dan tubuhnya bergetar.
Cairan bening keluar dari dalam, gadis kecil ini sangat sensitif.
Dia menambah sedikit tekanan, membuka kelopak itu lebih lebar, kulit di dalamnya juga berwarna merah muda.
"Sinta, aku bisa melihatnya, tapi harus memasukkan jari untuk mengeluarkannya, kamu tahan, ya!"
Pak Yanto melihat sebuah mainan berwarna ungu yang tersangkut di dalam.