




Bab 2
Setelah Mama pergi, aku juga bersiap untuk keluar dari kamarnya. Tiba-tiba, dari celah laci meja riasnya, aku melihat sesuatu yang aneh!
Dengan rasa penasaran, aku perlahan membuka laci tersebut. Setelah melihat dengan jelas benda itu, aku langsung tertegun di tempat!
Di dalamnya, ternyata ada sebuah mainan berwarna pink!
Benda itu adalah... alat bantu pria...
Aku menelan ludah, dalam hati sangat terkejut. Tak kusangka Mama ternyata diam-diam menggunakan benda seperti ini?
Namun, sebenarnya tidak masalah jika dia memainkannya. Bagaimanapun, dia adalah wanita dewasa yang lajang, merasa kesepian itu wajar.
Aku mencoba menenangkan diri, berusaha tidak memikirkan benda itu, tapi hatiku tak bisa berhenti memikirkannya.
Akhirnya, aku tidak bisa menahan diri, dan mengambil mainan itu.
Saat kuambil, baru kusadari, ini ternyata mainan dengan dua kepala... artinya, ini bukan mainan untuk satu wanita saja, melainkan untuk dua wanita...
Mengingat belakangan ini Mama semakin aneh, pakaiannya semakin minim dan berani, aku mulai punya dugaan.
Dua wanita lajang, jika tidak mau mencari pria lain, apakah mereka akan saling menghibur?
Begitu pikiran itu muncul, aku langsung merasa benda di tanganku sangat panas, buru-buru aku meletakkannya kembali ke dalam laci, jantungku berdebar kencang.
Melihat dari penampilan Mama dan Tante Zoya sekarang, jawabannya jelas!
Aku segera memakai sepatu, mengejar Mama yang baru saja pergi, diam-diam mengikutinya.
Karena, aku benar-benar sulit menerima jika dia memilih seorang wanita sebagai pasangannya!
Jika hanya mencari cinta baru, menikah lagi, aku bisa mengerti. Tapi dia malah memilih seorang wanita!
Sejujurnya, Tante Zoya juga memiliki tubuh yang bagus, sama seperti Mama, terawat dengan baik.
Dia punya toko sendiri, bisnisnya cukup bagus, banyak pelanggan. Tapi aku tidak pernah melihat dia dekat dengan pria manapun, paling-paling hanya bersikap ramah pada pria yang mengincarnya.
Dan semakin seperti itu, semakin banyak pria yang menyukainya.
Pria suka menaklukkan wanita seperti kuda liar.
Jadi... sebenarnya, aku juga pernah tertarik pada Tante Zoya.
Berbagai macam pikiran pernah terlintas di benakku, tapi aku tidak pernah berani membayangkan, bahwa Mama akan bersama dengan Tante Zoya! Aku tidak bisa menerimanya!
Sekarang, aku merasa marah, semakin kesal.
Aku bergegas mengikuti langkah Mama sampai ke rumah Tante Zoya.
Saat aku bingung bagaimana cara masuk ke rumah Tante Zoya, ternyata, mungkin karena terlalu terburu-buru, mereka tidak menutup pintu dengan rapat!
Dari celah pintu, aku mendengar suara-suara yang tidak bisa dijelaskan dari dalam.
Pertama, suara Mama yang mengeluh kesakitan kepada Tante Zoya, lalu suara ciuman mereka...
Bibir bertemu bibir, lidah dengan lidah, air liur yang berpindah... suara-suara itu sangat akrab di telingaku.
Aku merasa sedih, langkahku terhenti, tidak tahu apakah harus masuk atau tidak.
Sesaat kemudian, aku melihat dari celah pintu sebuah pemandangan yang menggoda...
Tante Zoya ternyata sudah menelanjangi Mama di sofa, lalu dengan lembut mencium bekas luka di punggungnya satu per satu.
Gerakan itu membuat Mama gemetar.
Selanjutnya, tangan Tante Zoya masuk ke dalam tubuh Mama... mulai keluar masuk...