




Bab 1
Kota Jakarta, awal musim semi, hujan gerimis terus menerus.
Udara masih sangat dingin, lembab dan basah. Di Jakarta yang tidak memiliki pemanas, setiap kali bernapas, terasa udara dingin yang menusuk paru-paru.
Kawasan Seni Keramik tutup pukul delapan malam, dan Leni bekerja shift malam. Saat pukul tujuh lima puluh, dua gadis muda datang, tampaknya mahasiswa, yang sedang berlibur di Jakarta dan sangat penasaran serta ingin tahu tentang keramik.
Walaupun tahu mereka tidak mungkin membeli, Leni tetap sabar menjelaskan perbedaan teknik keramik dengan senyum di wajahnya. Dia bahkan membuatkan teh untuk dua gadis itu.
"Kakak, apakah semua yang bekerja di bidang budaya tradisional sebaik dan secantik kamu?"
Gadis-gadis itu tertarik masuk karena kecantikan Leni!
Kawasan Seni Keramik ini terdiri dari beberapa merek keramik atau studio independen. Setelah lama berkeliling, mudah sekali merasa bingung.
Saat mereka melewati toko Shen Yuan Keramik Kuno, Leni sedang membaca di depan meja teh.
Dia mengenakan sweater kasmir abu-abu muda, celana panjang lurus berwarna biru tua, dan rambut panjang hitamnya diikat santai di belakang kepala. Kulitnya putih seperti porselen, matanya cerah, dan lehernya panjang seperti angsa.
Kecantikannya mencolok dan mempesona. Namun, sikapnya lembut dan anggun, kontras yang ekstrem ini menghilangkan kesan agresif dari kecantikannya, malah memberikan kesan elegan yang jauh dari duniawi.
"Boleh minta nomor WhatsApp-mu? Pasti kamu sering mengunggah produk baru di status, kami ingin belajar lebih banyak." Salah satu gadis berambut pendek memberanikan diri bertanya.
"Tentu saja boleh." Leni mengeluarkan ponselnya, dan baru menyadari ada beberapa pesan.
[Aku sudah pulang. Makan malam di rumah?]
[Shift malam? Aku akan jemput kamu sekarang.]
[Ada urusan di pabrik, aku harus pergi sebentar. Ada sup ayam di panci dan makanan di meja. Kalau sudah dingin, hangatkan di microwave.]
Pesan-pesan itu dari Jojo, dikirim pada pukul enam tiga puluh, tujuh tiga puluh, dan tujuh tiga puluh lima.
Ada juga dua pesan lebih awal yang membuatnya tertegun.
[Hari ini Gede datang mencarimu, menanyakan tentang kamu. Tenang, aku tidak bilang kamu di Indonesia.]
[INS tidak aktif? Keluarga Sastro sedang mencari tahu keberadaanmu.]
"Kakak?"
Gadis itu menunggu untuk menambahkan kontak WhatsApp, Leni segera menampilkan kode QR dan menambahkannya.
Setelah mengantar kedua tamu itu, membereskan, menutup toko, dan pulang.
Kawasan seni ini berjarak tiga kilometer dari rumahnya dan Jojo, melewati tiga jalan. Biasanya dia senang berjalan kaki selama dua puluh menit untuk pulang.
Saat keluar, hujan masih turun, jalanan basah, dan pejalan kaki sangat sedikit. Dia membuka aplikasi taksi, tapi tidak ada yang menerima pesanan.
Akhirnya dia membuka payung, merapatkan mantel, dan berjalan pulang.
Sampai di rumah pukul sembilan lewat seperempat, rumah terasa dingin dan sepi.
Rumah ini milik Jojo, empat kamar tidur, dan termasuk apartemen mewah di Jakarta. Dekorasinya bergaya industrial dengan warna dominan abu-abu, putih, dan hitam. Ruang tamunya minimalis, hanya ada sofa dan meja kopi, begitu masuk langsung terasa kosong.
Jojo tidak merokok, tidak minum alkohol, rumahnya selalu bersih tanpa noda. Selimutnya dilipat rapi seperti kotak tahu, meja makan dan meja teh tidak pernah ada barang yang tidak perlu.
Leni juga berusaha agar kebiasaannya tidak mengganggu Jojo, ruang tamu dan kamar tidak banyak berisi barang pribadinya.
"Rumahmu dan Jojo, kurang terasa hidup ya!" Suatu kali Mbak Fani dari toko datang mengambil barang dan berkomentar demikian.