




Bab 4
Merasa kulit kasar di telapak tangannya menyentuh lengan halus itu, Pak Leman mulai merasa tergoda. Dia menundukkan kepala dan memandang ke arah lengkungan tubuh Susi yang menjulang di depannya.
Meskipun tubuhnya terbungkus handuk dan masih memakai bra, dari sudut pandang Pak Leman, dia masih bisa melihat siluet besar Susi melalui celah handuk itu.
Pak Leman terengah-engah dengan penuh semangat, sementara tangan satunya berpura-pura tidak sengaja menyentuh bagian depan Susi. Sentuhan lembut itu mengejutkannya, dia tak menyangka benda milik Susi bisa begitu lembut.
Tubuhnya pun ikut bergairah, sesuatu di selangkangannya semakin menegang.
Sentuhan lembut tangan besar itu membuat jantung Susi berdebar kencang, tubuhnya ikut bergetar. Perasaan ini belum pernah dia rasakan sebelumnya, seolah-olah disentuh oleh pria tua berusia 50-an itu terasa tidak buruk.
Bahkan dia ingin Pak Leman bertindak lebih jauh, meskipun dengan tangan, dia rela.
Mata Susi berkaca-kaca, bibirnya sedikit terbuka, lidah merah mudanya menjilat bibir, hidungnya menghirup kuat-kuat bau keringat Pak Leman yang menyengat.
“Uh!” Susi tak bisa menahan desahan kecil, segera dia menggigit bibir bawahnya, matanya dengan gugup melirik ke arah Pak Leman.
Untungnya, Pak Leman tidak memperhatikan keanehannya, Susi menghela napas lega, meskipun di dalam hatinya ada sedikit rasa kecewa, karena dalam hatinya, dia ingin Pak Leman terus menyentuhnya.
Pak Leman tidak tahu apa yang ada di pikiran Susi saat itu, kalau tahu mungkin dia sudah menahan tubuh montok Susi, menanggalkan pakaiannya, dan menyerbu dengan penuh gairah.
Matanya terus mengamati tubuh Susi, samar-samar dia bisa melihat dua puting merah muda di balik handuk itu.
Meskipun sedang menikmati pemandangan, Pak Leman tidak lupa dengan tugasnya, tangan besarnya yang penuh kapalan karena kerja keras, menyelip di bawah ketiak Susi.
“Aku akan mengangkatmu, Susi!” kata Pak Leman sambil mengerahkan tenaga, berusaha mengangkatnya.
Namun segera wajah Susi menunjukkan rasa sakit, pergelangan kakinya terasa sangat sakit, posisi ini membuatnya tidak bisa berdiri.
“Sakit! Om Leman, pelan-pelan dong!” mendengar suara Susi, Pak Leman menggertakkan gigi, lalu menggendong tubuh Susi dalam pelukannya.
Perasaan tiba-tiba terangkat membuat Susi menjerit, kemudian dia merasakan dirinya terbaring dalam pelukan Pak Leman yang panas seperti besi.
Dada keras Pak Leman membuat hati Susi berdebar, bau keringat yang menyengat membuatnya kehilangan akal.
Susi benar-benar terbuai, pergelangan kakinya pun tidak terasa sakit lagi, tubuhnya seperti kucing kecil yang meringkuk dalam pelukan Pak Leman.
Tangan besar Pak Leman memegang erat bokong Susi yang kencang, merasakan elastisitas dan kelembutannya, dia tidak bisa menahan diri untuk meremasnya.
“Uh!” Susi tanpa sadar membuka mulut, air liur mengalir dari sudut bibirnya ke leher.
Bagian sensitifnya diserang oleh Pak Leman, aliran hangat berkumpul di perut bawahnya, segera Susi merasakan bagian itu menjadi basah.
Pak Leman juga merasakan kelembaban itu, dia segera tahu apa itu.
Dia tak tahan untuk memasukkan satu jari melewati celah handuk, menyentuh bagian dalam, segera dia merasakan kelembaban itu.
Saat Pak Leman menyentuh bagian sensitifnya, tubuh Susi langsung menegang, dia belum pernah merasakan perasaan seperti ini.
Jari kasar Pak Leman yang sering bekerja keras seperti memiliki sihir, membuat tubuh Susi bergetar.
Melihat mata Susi yang berkaca-kaca, keberanian Pak Leman semakin besar, dia kembali memasukkan satu jari ke dalam, langsung menyentuh bagian paling sensitif dan lembut Susi, bahkan merasakan sesuatu yang berbulu.
Rasa keriting itu membuat telapak tangannya gatal, akal sehatnya benar-benar hilang.
Dia melihat Susi dalam pelukannya, menghirup aroma tubuhnya, matanya tak bisa berhenti memandang ke bawah tubuh Susi.
Sementara itu, tangan kasarnya membuka kain basah di antara kedua kaki Susi.