




Bab 4
Si cowok muda itu teriak-teriak kesakitan, langsung marah dan mau nyerang aku. Tapi Tante Putih langsung kasih tamparan keras, sambil nunjuk hidungnya, "Berani-beraninya kamu ya? Nggak tau diri!"
Barusan aja si cowok muda itu udah tarik-tarik Tante Putih, bikin dia nggak senang. Sekarang malah maki-maki, Tante Putih langsung marah besar. Si cowok muda itu pegang pipinya, tatap Tante Putih dengan marah, tapi nggak berani ngomong lagi.
Tante Putih mendengus dingin, narik tanganku, dan kita keluar dari kafe. Mungkin biar nggak ketahuan, Tante Putih nggak bawa mobil, rencananya mau naik taksi. Tapi cuaca nggak mendukung, tiba-tiba hujan deras.
Kalau hujan deras, susah dapet taksi, dan kita berdua nggak bawa payung, jadi agak canggung. Si cowok muda itu masih ngoceh-ngoceh, bilang mau kasih tumpangan pakai mobil BMW-nya. Tante Putih nggak peduliin dia, lepas high heels-nya, kasih ke aku, "Ayo jalan!"
Aku bengong, pegang high heels-nya, nggak ngerti dia mau ngapain. Dia narik tanganku, langsung lari ke tengah hujan, sambil ketawa lepas, kayak orang yang udah lama tertekan terus akhirnya bisa bebas.
Aku biarin dia narik, langsung kebasahan kena hujan deras. Tante Putih juga basah kuyup, karena bajunya tipis, jadi kelihatan tali bra dan celana dalamnya. Jujur aja, aku kaget lihat tingkah Tante Putih yang biasanya kalem, tiba-tiba jadi liar kayak cewek remaja.
Mungkin karena lari terlalu cepat, dia tersandung dan jatuh ke tanah. Jatuhnya cukup parah, lututnya berdarah, stocking warna kulitnya jadi merah. Aku buru-buru bantu hentikan darahnya, tapi dia malah ketawa, bilang nggak apa-apa, dan minta aku gendong dia, bener-bener kayak anak kecil.
Aku jadi canggung, nggak tahu harus setuju atau nggak. Tapi Tante Putih yang selalu tegas, langsung naik ke punggungku, dadanya yang lembut menekan punggungku, bikin hatiku bergetar.
Dan sepertinya dia nggak pakai bra, aku bisa merasakan dua tonjolan kecil itu. Payudaranya yang bulat dan penuh menggosok punggungku, bikin aku nggak tahan, aku pegang pahanya dan berdiri.
Karena kita basah kuyup, tanganku pas pegang ujung stocking di pahanya, rasanya lembut banget, bikin aku nggak tahan, ada bagian tubuhku yang tiba-tiba menonjol. Tante Putih sepertinya juga lihat, dia berbisik di telingaku, "Nak, lagi mikirin apa?"
"Enggak, enggak mikirin apa-apa." Aku malu banget, pengen rasanya ngilang dari situ. "Enggak mikirin apa-apa? Beneran?" Tante Putih menjulurkan lidahnya, menjilat daun telingaku, sengaja ngerjain aku.
Aku langsung menggigil, hampir jatuh. Untungnya hujan deras, jadi jalanan sepi, kalau nggak, bisa malu banget. Tapi Tante Putih kayaknya suka banget sama situasi ini, satu tangannya masuk ke celanaku, pegang bagian penting.
Aku langsung kaget, tangan Tante Putih dingin, tapi lembut dan kecil, jadi nggak bisa pegang seluruhnya. Tapi rasanya enak, ditambah lagi punggungku yang digosok, hampir aja aku nyerah.
Tapi untungnya aku kuat, gigit gigi dan tahan. "Nak, semalam kamu pake pakaian dalam Tante buat hal yang nggak bener ya?" Tante Putih kayak interogasi, tangannya makin kenceng mainin.