Read with BonusRead with Bonus

Bab 4 Pertemuan Kebetulan dengan Dia

Dalam perjalanan kembali ke Kota Starlight, aku meminjam ponsel Ethan untuk menelepon Bella Gray. Karena nomor ini tidak dikenal, Bella butuh waktu untuk menjawab.

Sambil menunggu, aku mencoba tetap tenang. Melindungi kepentinganku adalah prioritas utama.

"Bell, ini aku," kataku, berusaha menahan emosiku.

Begitu mendengar suaraku, Bella terdengar khawatir. "Emmy, kamu di mana? Kamu baik-baik saja? Aku ke tempatmu, tapi kamu nggak ada di rumah. Aku coba telepon, tapi ponselmu mati. Aku sangat khawatir."

Meskipun aku sudah siap, mendengar suaranya membuatku menitikkan air mata. "Aku baik-baik saja, cuma di luar."

"Kamu sama Arthur?"

Aku nggak tahu harus menjawab apa.

"Dia keterlaluan. Dia tahu kamu hamil tapi masih menyeretmu ke sana-sini. Aku akan urus dia besok. Jangan khawatir; aku ada di sini untukmu," kata Bella.

Mendengar dia menyebut anakku, aku hampir tidak bisa menahan tangis. Aku cepat-cepat menutup telepon.

Ethan pasti mendengar karena dia melirik perutku dan kakiku yang berlumuran darah, mengerutkan kening dalam-dalam.

Tatapannya membuatku merasa terbuka, tapi dia tidak bertanya apa-apa. Dia hanya menyesuaikan pendingin udara mobil dan berkata, "Ada selimut di kursi belakang. Mau aku berhenti dan ambilkan untukmu?"

Aku mengembalikan ponselnya, terlalu lelah untuk bicara.

Ethan menyalakan rokok, dan mobil menjadi sunyi.

Aku melihat lampu depan mobil yang datang dari arah berlawanan dan secara naluriah menyesuaikan tempat dudukku.

Ethan melirikku. "Suamimu?"

"Seorang pria yang membunuh anaknya sendiri tidak pantas menjadi suamiku," aku membentak.

"Kamu seharusnya memberitahuku lebih awal. Aku akan menghentikan mobil dan membantumu membalas dendam," kata Ethan datar. "Sebagai seorang pria, aku malu pada bajingan seperti itu."

Aku sudah lama tahu bahwa Arthur bukan orang baik. Beberapa bulan yang lalu, aku mulai menyadari ada yang tidak beres.

Sejak aku hamil, kami tidak berhubungan seks. Aku pikir dia sedang bersikap perhatian, menunjukkan cinta dan etika profesional sebagai seorang ginekolog.

Tapi dia selalu mengunci pintu ruang kerjanya, meskipun hanya kami berdua di rumah. Dia jelas menyembunyikan sesuatu.

Mengikuti intuisi, aku diam-diam membuka pintu ruang kerjanya suatu hari kerja.

Meja itu bersih, khas OCD-nya.

Saat aku mulai meragukan diriku sendiri, aku menemukan sehelai rambut wanita di tempat tidur ruang kerja yang bukan milikku.

Previous ChapterNext Chapter